Berdasarkan
angka ramalan tersebut, produksi padi nasional tahun 2014 sebesar
70,61 juta ton GKG (setara 44,3 juta ton beras), dengan tingkat
konsumsi 139,15 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk 252.164.800 jiwa,
maka Indonesia sebenarnya sudah swasembada, bahkan surplus sebesar 4,61
juta ton beras. Persoalannya adalah distribusi, kemampuan stok/penyangga
oleh Bulog, dan pihak-pihak yang berburu rente dengan impor beras, maka
tingkat aman surplus beras sebaiknya adalah 10 juta ton. Dan untuk
mewujudkan angka tersebut dalam tiga tahun ke depan tidaklah sulit.
Untuk
komoditas jagung, kita masih impor sebesar 2,5–3 juta ton pertahun,
terutama untuk kebutuhan pabrik pakan ternak. Namun demikian trend impor
jagung terus menurun, dan peluang untuk swasembada cukup besar, sebab:
(1) dalam 5 tahun terakhir produktivitas jagung meningkat dari 44,50
menjadi 46,64 kuintal/ha; (2) potensi produktivitas masih cukup besar,
khususnya untuk jagung hibrida; dan (3) peran swasta sangat besar dalam
menyediakan benih hibrida, dan petani mulai beralih dari tanam jagung
komposit menjadi hibrida.
Yang
cukup berat untuk berswasembada adalah kedelai. Produksi kedelai tahun
2014 sebesar 921,34 ribu ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri 2,4 juta
ton/tahun, sehingga kita masih mengimpor kedelai 1,5 juta ton/tahun,
atau sekitar 60% dari kebutuhan dalam negeri. Namun demikian kita akan
mampu swasembada kedelai dengan pola upaya khusus/terobosan, berupa: (1)
perluasan areal tanam, paling tidak ada 1,5 juta hektar pertanaman
kedelai di tahun 2017; (2) introduksi varietas unggul dengan
produktivitas 2–2,5 ton/ha; (3) menaikkan harga kedelai lokal paling
tidak menjadi 1,5 kali harga beras; dan (4) diberlakukan bea masuk impor
kedelai.(Ir.Hantoro Tapari, Msi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar